Tanjungpinang – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) kembali melaksanakan kegiatan penyuluhan hukum melalui Program Jaksa Masuk Sekolah (JMS) dalam rangka Pembinaan Masyarakat Taat Hukum (BINMATKUM). Bertempat di SMKN 3 dan SMKN 4 Tanjungpinang, sebanyak 800 siswa mengikuti kegiatan yang mengusung tema “Pencegahan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (Napza), Anti Perundungan (Bullying), dan Bijak Bermedia Sosial”.
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya Kejati Kepri dalam membentuk karakter siswa sebagai generasi muda yang bermental kuat dan memiliki kesadaran hukum sejak dini, (28 Mei 2025).
Tim Jaksa Masuk Sekolah kali ini dipimpin oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kepri, Yusnar Yusuf Hasibuan, S.H., M.H., bersama Kasi I Robinson H.D. Sihombing, S.H., M.H. dan anggota tim lainnya: Rama Andika Putra, Rafki Mauliadi, A.Md.T, serta Dodi.
Dalam kegiatan tersebut, para narasumber menyampaikan materi secara komprehensif dan interaktif kepada para siswa-siswi dari kedua sekolah. Total peserta mencapai 800 orang, terdiri dari 650 siswa SMKN 3 dan 150 siswa SMKN 4 Tanjungpinang.
Dalam sesi pertama, Kasi Penkum Yusnar Yusuf menyampaikan materi terkait bahaya Napza. Ia menjelaskan perbedaan antara narkotika dan psikotropika, merujuk pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Narkotika berasal dari tanaman atau zat sintetis yang dapat menurunkan kesadaran dan menimbulkan ketergantungan. Sementara psikotropika adalah zat psikoaktif non-narkotika yang memengaruhi sistem saraf pusat,” ujarnya.
Ia juga merinci klasifikasi narkotika dan psikotropika menurut golongannya serta ancaman hukum bagi penyalahguna dan pengedar, yang dapat mencapai hukuman penjara seumur hidup hingga pidana mati.
Lebih lanjut, disampaikan pula peran penting rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkotika, serta tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan.
Sesi berikutnya disampaikan oleh Kasi I Robinson H.D. Sihombing yang membahas mengenai bullying. Ia menegaskan bahwa bullying merupakan tindakan agresif dan berulang dengan menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan untuk menyakiti korban baik secara fisik, mental, hingga seksual.
“Bullying tak harus dilakukan berulang, sekali saja bisa dianggap bullying jika menciptakan rasa takut permanen,” jelasnya.
Robinson juga menguraikan bentuk-bentuk bullying, dampaknya terhadap korban dan pelaku, serta faktor-faktor penyebab terjadinya bullying di lingkungan sekolah. Ia menekankan bahwa perundungan bisa menimbulkan trauma mendalam, penurunan prestasi, hingga keengganan bersekolah pada korban.
ia sosial menurut para ahli serta manfaat dan risikonya. Media sosial bisa menjadi alat komunikasi dan edukasi yang bermanfaat, namun juga menyimpan potensi negatif seperti hoaks, kecanduan, cyberbullying, dan pelanggaran privasi.
Dalam sesi ini juga dipaparkan dasar hukum Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Narasumber mengingatkan bahwa setiap tindakan di media sosial memiliki konsekuensi hukum, sehingga pengguna harus berhati-hati dan bertanggung jawab.
Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang berlangsung interaktif antara para siswa dengan narasumber. Pertanyaan-pertanyaan seputar Napza, perundungan, dan penggunaan media sosial disampaikan secara antusias oleh para pelajar.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala SMKN 3 Tanjungpinang Samsul Hadi, S.Pd, M.Pd, Kepala SMKN 4 Tanjungpinang Yayuk Sri Mulyani Rahayu, S.Pd., M.M., serta Budi Susilo, S.Pd, selaku Pembina Karakter Bidang SMA Dinas Pendidikan Provinsi Kepri.
Kegiatan JMS ini mendapat apresiasi tinggi dari pihak sekolah karena dinilai sangat bermanfaat dalam membentuk karakter dan kesadaran hukum siswa.
Program Jaksa Masuk Sekolah yang diselenggarakan oleh Kejati Kepri ini diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai hukum dan moral kepada generasi muda sejak dini. Dengan meningkatnya kesadaran akan bahaya Napza, bullying, dan dampak negatif media sosial, diharapkan para siswa mampu menjadi agen perubahan yang positif, baik di lingkungan sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
(Topan)