Kejati Kepri Hentikan Penuntutan Kasus Penadahan Handphone dengan Pendekatan Restorative Justice

Tanjungpinang,  – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menghentikan proses penuntutan terhadap tersangka Aria Bin Mastur dalam kasus penadahan handphone melalui mekanisme keadilan restoratif.

Keputusan ini diambil setelah ekspose permohonan penghentian penuntutan yang dilakukan oleh Wakil Kepala Kejati Kepri, Sufari, S.H., M.Hum., bersama Plt. Kepala Kejaksaan Negeri Tanjungpinang, Atik Rusmiaty Ambarsari, S.H., M.H., serta jajaran Kejari Tanjungpinang di hadapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum., melalui sarana virtual. Selasa (25 Februari 2025).

Bacaan Lainnya

Kronologi Perkara Kasus ini bermula dari pencurian yang dilakukan oleh Supriadi alias Kelik pada 26 November 2024. Ia mencuri dua unit handphone, yakni Realme C53 dan Poco M6 Pro, serta uang tunai Rp900.000 milik Rosdiana di kontrakan korban di Tanjungpinang.

Beberapa hari kemudian, Supriadi menawarkan handphone Poco M6 Pro kepada Aria melalui panggilan video WhatsApp dengan harga Rp1.000.000. Aria membayar secara bertahap hingga lunas pada 5 Desember 2024. Handphone tersebut kemudian digunakan Aria dalam kehidupan sehari-hari tanpa menyadari bahwa barang tersebut berasal dari hasil kejahatan.

Atas perbuatannya, Aria dijerat dengan Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan. Namun, berdasarkan penyelidikan lebih lanjut, ditemukan sejumlah pertimbangan yang memungkinkan kasus ini diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif.

Alasan Penghentian Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan beberapa alasan, antara lain:

  1. Tersangka dan korban telah mencapai kesepakatan damai.
  2. Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya.
  3. Perbuatan ini merupakan pelanggaran hukum pertama yang dilakukan tersangka.
  4. Ancaman pidana dalam perkara ini tidak lebih dari 5 tahun penjara.
  5. Tersangka merupakan tulang punggung keluarga.
  6. Tersangka mengakui kesalahannya, meminta maaf langsung kepada korban, dan korban telah memaafkan.
  7. Masyarakat setempat memberikan respons positif terhadap penghentian penuntutan guna menjaga keharmonisan sosial.

Keadilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Penghentian penuntutan ini dilakukan berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022. Kepala Kejari Tanjungpinang akan segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) untuk memberikan kepastian hukum bagi tersangka.

Kejati Kepri menegaskan bahwa pendekatan keadilan restoratif bertujuan untuk memulihkan keadaan, bukan sekadar menghukum pelaku. Restorative justice diharapkan mampu menciptakan sistem peradilan yang lebih humanis dan berorientasi pada pemulihan sosial, tanpa mengurangi efek jera bagi pelaku kejahatan. Meski demikian, mekanisme ini tidak memberikan ruang bagi pelaku untuk mengulangi tindak pidana, melainkan menjadi upaya memperbaiki kehidupan mereka agar tidak kembali ke jalur kriminal.

Melalui kebijakan ini, Kejati Kepri berkomitmen untuk menghadirkan keadilan yang lebih berorientasi pada keseimbangan antara hak korban dan pelaku, serta menciptakan ketertiban hukum yang lebih adil di tengah masyarakat.

Pos terkait