Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif di Kejati Kepri

Tanjungpinang, – Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Teguh Subroto, S.H., M.H., didampingi Aspidum Kejati Kepri Bayu Pramesti, S.H., M.H., dan Kasi Oharda Marthyn Luther, S.H., M.H., serta diikuti secara virtual oleh Kajari Batam I Ketut Kasna Dedi, S.H., M.H., Kasi Pidum, dan Jajaran Pidum, telah melaksanakan ekspose permohonan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif terhadap satu perkara pidana pencurian di hadapan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI. Ekspose ini diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (OHARDA), Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H., melalui sarana virtual, Rabu (22 Januari 2024).

Kasus Pencurian yang Dihentikan Penuntutannya Tersangka dalam perkara ini adalah Andreas Marbun, yang didakwa melanggar Pasal 362 KUHP. Perkara ini ditangani oleh Kejaksaan Negeri Batam. Kronologi singkat kasus ini adalah sebagai berikut:

Bacaan Lainnya
  • Pada Agustus 2024, tersangka menemukan kunci kontak motor Yamaha Vixion di parkiran Gedung 14 Kawasan Industri Wiraraja, Batam. Ia menyimpan kunci tersebut dalam kantong celananya.
  • Beberapa jam kemudian, tersangka mencoba menggunakan kunci tersebut untuk menyalakan sepeda motor yang terparkir di lokasi tersebut, dan ternyata berhasil.
  • Pada 10 November 2024, tersangka kembali ke tempat yang sama, melihat motor yang sebelumnya telah dicobanya, lalu mengambilnya tanpa izin dari pemiliknya, Mikhael Siboro. Kerugian yang dialami korban ditaksir sebesar Rp13.000.000.

Alasan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Berdasarkan evaluasi hukum, perkara ini memenuhi syarat untuk dihentikan penuntutannya dengan alasan berikut:

  1. Tersangka dan korban telah mencapai kesepakatan perdamaian.
  2. Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya.
  3. Tindak pidana ini merupakan pelanggaran pertama yang dilakukan oleh tersangka.
  4. Ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun penjara.
  5. Tersangka telah berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, dan korban telah memberikan maaf tanpa syarat.
  6. Tersangka merupakan tulang punggung keluarga yang menafkahi orang tua lanjut usia.
  7. Pertimbangan sosiologis menunjukkan bahwa masyarakat merespons positif penghentian penuntutan ini demi menjaga keharmonisan lingkungan.

Langkah Selanjutnya Sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Nomor 01/E/EJP/02/2022, Kepala Kejaksaan Negeri Batam akan segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan prinsip keadilan restoratif.

Kejati Kepri menegaskan bahwa pendekatan keadilan restoratif bertujuan untuk mengembalikan keadaan seperti semula serta menjaga keseimbangan antara perlindungan hak korban dan pelaku, tanpa berorientasi pada pembalasan. Meski demikian, kebijakan ini bukan berarti memberikan kelonggaran bagi pelaku kejahatan untuk mengulangi perbuatannya di masa depan. Dengan adanya pendekatan ini, diharapkan masyarakat dapat merasakan keadilan yang lebih humanis dan solutif.

Pos terkait