MTONENEWS.COM – Pemberhentian perangkat di Nagori Pamatang Sahkuda, Kecamatan Gunung Malela berbuntut panjang.
Sejumlah masyarakat beranggapan bahwa pemberhentian perangkat seperti Gamot Huta (Ketua RT) tidak sesuai prosedur.
Informasi dihimpun dari seorang warga ON (48) Jumat (12/1) sekira pukul 10.30 WIB, pergantian perangkat nagori setiap tahun selalu berlangsung.
Mirisnya lagi, pada setiap pergantian perangkat, Suwardi mengangkangi wewenang Kecamatan Gunung Malela (Camat), sementara jelas di dalam pedoman UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) atau Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa (Permendagri 83/2015), pangulu dapat memberhentikan perangkat apabila,
“Usia telah genap 60 (enam puluh) tahun, dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berhalangan tetap, tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perangkat desa dan melanggar larangan sebagai Perangkat Desa,” paparnya
Ditambahkannya “Sudah jelas kan bang, bahwa pergantian perangkat nagori mempunyai landasan hukum. Dalam waktu dekat ini, kami akan mengadu ke pihak kecamatan. Apabila tidak direspon, maka kami akan menemui bapak wakil bupati yang berketepatan tinggal di kecamatan gunung malela ini,” ucapnya menambahkan sembari berharap Camat mendengar aspirasi masyarakat.
Dilanjutkannya menuturkan jika 16 Nagori se Kecamatan Gunung Malela, Suwardi satu diantara pangulu yang tidak mengindahkan peran pejabat Camat dalam memutuskan kebijakan.
Hal ini terbukti setelah pria ini mengetahui bahwa pemberhentian dan pergantian perangkat nagori tanpa rekomendasi Camat Jayamin Sipayung.
“Kaget juga kami bang setelah mengetahui bahwa pergantian perangkat nagori tanpa rekomendasi dari camat. Dari 16 nagori, hanya pangulu ini yang mengangkangi wewenang camat,” imbuh pria ini dihadapan rekannya.
Seorang warga di nagori itu, BG (50) juga membeberkan, meskipun Suwardi bukan terlahir di nagori itu (putra setempat), setelah mengemban jabatan pangulu, masyarakat berharap pria ini menghargai kearifan lokal.
Namun, impian masyarakat berbanding terbalik dengan yang diharapkan. Semula warga berharap memiliki pemimpin bijaksana seperti pangulu senior lainnya di Kecamatan Gunung Malela, tetapi harapan itu sirna takkala pangulu membuat kebijakan yang meninggalkan kearifan lokal.
“Hargailah kearifan lokal dikampung ini bang. Silahkan melakukan pergantian, tetapi janganlah setiap tahun. Gamot yang diberhentikan menjalankan tugas sangat bijaksana. Kalau ada masalah, mereka yang lebih peduli.” bilang BG bernada tinggi.
Darinya awak media juga mengetahui, selama menjabat Pangulu Nagori Pamatang Sahkuda, Suwardi lebih memilih tinggal di Kota Siantar daripada menempati rumah Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun persisnya berada di belakang Kantor Pangulu.
Masyarakat menyayangkan domisili ganda pangulu. Apabila terjadi sesuatu di nagori saat malam hari, mereka kebingungan mencari keberadaan Suwardi. Hanya gamot yang diberhentikan pangulu, dapat menyelesaikan permasalahan warga.
“Kami sebagai masyarakat menyayangkan domisili ganda pangulu. Yang dikhawatirkan, jika terjadi permasalahan saat malam hari, kepada siapa kami mengadu bang. Memang benar, gamot ada, dan para gamot inilah yang lebih mengerti kemauan masyarakat. Kami menilai, mereka tidak layak diberhentikan. Kinerjanya bagusnya bang,” beber warga sembari mengecam domisili ganda Suwardi.
Selain pergantian Perangkat Nagori Pamatang Sahkuda, beberapa jenis pengerjaan yang bersumber dari Dana Desa sejak tahun 2017 hingga 2018, diduga pengerjaan tidak sesuai isi RAB dengan tertulis dipapan transparansi. Masyarakat pun mulai kasak kusuk mempertanyakan Dana Desa tersebut.
Meskipun tertulis di papan transparansi APB Nagori Tahun 2017 masyarakat berharap agar pihak hukum melakukan pemeriksaan terhadap LPJ (Lembar Pertanggung Jawaban) apakah sesuai seperti, Kegiatan Karang Taruna, Operasional Perkantoran, Operasional Maujana, serta Sarana dan Prasarana Kantor Pangulu.
“Abang sandingkan saja RAB Nagori dengan papan transparansi, sesuainya bang? Itulah kejanggalan itu. Kalau mereka belanja barang, darimana dan CV apa yang bertanggung jawab. Cari saja pihak ketiganya bang,” jelas M Saragih (40) selaku pemantau Dana Desa Kabupaten Simalungun saat dimintai keterangannya.
Dan di papan transparansi APB Nagori Tahun 2018, kejanggalan juga terlihat seperti Insentif Posyandu, Pengadaan gizi tambahan, Alat komunikasi poskamling (HT), Asuransi BPJS, Operasional Kantor Pangulu, Belanja Modal, Operasional Maujana, Kegiatan Karang Taruna dan Kegiatan PKK.
“Belanja modal, menurut abang artikanlah kedalam bahasa indonesia, belanja modal apa, sudah jelas negara memberi modal untuk pembangunan nagori, ada tidak tertulis didalam RAB belanja modal atau periksa LPJ nya, belanja modal menggunakan rekanan siapa,” katanya melanjutkan.
Beredar isu di masyarakat yang identitasnya tidak ingin dicantumkan mengatakan, jika pelaksanaan kegiatan Dana Desa, Pangulu Suwardi lepas tanggung jawab dan seolah menumbalkan Ketua TPK (Tim Pelaksana Kegiatan) agar bertanggung jawab, sementara di saat pengerjaan peran aktif pangulu lebih diutamakan untuk mengkontrol pekerjaan.
“Kuasa pengguna anggaran siapa bang, pangulu kan? Logikah jika pangulu melempar tanggung jawab kepada TPK. Jadi saat kegiatan terlaksana, apa pangulu tidak turun dilokasi. Yang memeriksa pekerjaan pangulu, melaksanakan pekerjaan TPK bersama warga. Kalau semua pekerjaan tanggung jawab TPK, untuk apa dia jadi pangulu. Pensiun sajalah dia, biar TPK jadi pangulu,” sungutnya dihadapan rekannya.
Pangulu Nagori Pamatang Sahkuda sebelumnya saat awak media mengkonfirmasi terkait jenis pengerjaan seperti belanja modal yang terpampang di papan transparansi apakah sesuai RAB sebagai acuan dalam pelaksanaan pengerjaan Dana Desa, jawaban yang diharapkan tidak sesuai dengan keinginan masyarakat,
“Untuk Pembiayaan Bidang Kemasyarakatan dalam hal ini Pemuda/Karang Taruna , ada didalam RAB Belanja Barang Dan Jasa,” jawabnya singkat melalui pesan whatsapp.
Sementara anggaran biaya modal dan anggaran Kegiatan Karang Taruna tertulis di jenis anggaran yang berbeda. Diduga, sebagai penguasa pengguna anggaran, dirinya hanya ingin menguasai anggaran namun dalam pelaksanaan kurang memahami mekanisme.
“Gimanalah bang pangulu menjawab bertanyaan abang, lain ditanya berbeda jawabnya. Nasibnya saja bisa jadi pangulu di nagori kami ini, padahal dia bukan kelahiran sini,” celetuk warga sekitar yang tidak diketahui namanya.
Sumber: Mediatrias.com