Batam – Hasil survei terbaru Litbang Kompas menunjukkan peningkatan citra baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari 60,9 persen pada September 2024 menjadi 72,6 persen pada Januari 2025.
Capaian ini merupakan perkembangan positif yang mencerminkan persepsi publik terhadap upaya pemberantasan korupsi. Namun, Prof. Dr. H.M. Soerya Respationo, S.H., M.H., M.M., Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Batam, menekankan pentingnya pemahaman lebih mendalam mengenai metodologi dan parameter survei agar data yang diperoleh tidak sekadar angka, tetapi juga refleksi nyata atas kinerja penegakan hukum di Indonesia.
Menurutnya, dalam diskursus mengenai citra lembaga penegak hukum, penting untuk tidak hanya berfokus pada satu institusi, tetapi juga melihat kontribusi kolektif, termasuk kejaksaan. Kejaksaan telah menunjukkan konsistensi dalam mengungkap kasus-kasus besar, memulihkan aset negara, serta menjadi pelopor dalam penerapan keadilan restoratif.
“Oleh karena itu, transparansi lembaga survei menjadi faktor kunci dalam menjaga kredibilitas informasi sekaligus memperkuat sinergi antarlembaga penegak hukum”, katanya, Minggu (26-01-2024).
Keberhasilan Kejaksaan dalam Penegakan Hukum dan Pemulihan Aset Negara
Kejaksaan telah membuktikan perannya dalam berbagai kasus besar, di antaranya:
- Kasus Korupsi Jiwasraya – Merugikan negara Rp16,8 triliun, dengan aset pelaku disita untuk pemulihan keuangan negara.
- Kasus Korupsi Asabri – Kerugian mencapai Rp22,7 triliun, dengan penyitaan aset berupa tanah, bangunan, dan saham.
- Kasus BTS 4G – Kerugian negara Rp8 triliun akibat pengadaan BTS yang bermasalah.
- Kasus Korupsi Minyak Goreng – Menyebabkan lonjakan harga dan kerugian negara Rp1,2 triliun.
- Kasus Tata Niaga Timah – Kerugian negara Rp271 triliun akibat praktik ilegal dalam tata niaga timah.
Setiap kasus ini menunjukkan bahwa kejaksaan tidak hanya fokus pada penindakan tetapi juga pemulihan aset yang hilang, menjadikannya bagian penting dari upaya penegakan hukum secara menyeluruh.
Kejaksaan sebagai Pelopor Keadilan Restoratif
Selain penindakan, kejaksaan juga mengembangkan konsep keadilan restoratif melalui Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020. Prinsip ini memungkinkan penyelesaian kasus melalui mediasi antara pelaku dan korban, terutama dalam perkara ringan. Konsep ini didasarkan pada teori hukum progresif yang menekankan bahwa hukum harus melayani keadilan masyarakat, bukan sebaliknya. Penerapan keadilan restoratif telah membantu mengurangi beban lembaga pemasyarakatan serta mendorong penyelesaian konflik secara damai dan berkeadilan.
Pentingnya Transparansi dalam Survei Publik
Prof. Soerya Respationo menegaskan bahwa transparansi dalam metodologi dan parameter survei sangat penting agar hasil yang diperoleh tidak dimanipulasi untuk membentuk persepsi tertentu. Ada tiga aspek utama dalam menjaga kredibilitas survei:
- Kredibilitas Metodologi – Parameter penilaian harus jelas dan dapat diverifikasi.
- Peningkatan Literasi Publik – Survei harus memberikan informasi yang edukatif bagi masyarakat.
- Mencegah Manipulasi Persepsi – Transparansi mencegah framing yang dapat menyesatkan opini publik.
Menjaga Sinergi Antarlembaga Penegak Hukum
Sebagai bagian dari sistem hukum nasional, KPK dan kejaksaan memiliki peran strategis yang berbeda tetapi saling melengkapi. Perbandingan yang tidak proporsional dalam survei publik dapat memperlemah kepercayaan masyarakat dan merusak kerja sama yang telah terjalin. Oleh karena itu, penting bagi lembaga survei untuk menekankan kolaborasi, bukan persaingan, guna memperkuat akuntabilitas dan efektivitas sistem hukum Indonesia.
Dengan memastikan transparansi survei dan menjaga harmoni antarlembaga, kepercayaan publik terhadap sistem hukum akan semakin meningkat. Upaya kolektif dalam pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang adil harus terus didukung demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas di Indonesia. (Biro TPI)